Minggu, 07 Februari 2010

LEBIH BAIK MENGKONSUMSI SUSU SEGAR


Sunday, January 24, 2010
By Rochadi Tawaf


Dampak Konsumsi Protein (Susu, Daging dan Telur)

Ahmad Rusfidra (2005) menyatakan bahwa Konsumsi protein hewani yang rendah banyak terjadi pada anak usia bawah lima tahun (balita), terlihat pada merebaknya kasus busung lapar dan mal-nutrisi. Usia balita disebut juga sebagai periode “the golden age” (periode emas pertumbuhan) dimana sel-sel otak anak manusia sedang berkembang pesat. Pada fase ini, otak membutuhkan suplai protein hewani yang cukup agar berkembang optimal. Asupan kalori-protein yang rendah pada anak balita berpotensi menyebabkan terganggunya pertumbuhan, meningkatnya risiko terkena penyakit, mempengaruhi perkembangan mental, menurunkan performa mereka di sekolah dan menurunkan produktivitas tenaga kerja setelah dewasa. Namun, sebenarnya pembentukan sel otak manusia terjadi sejak dalam kandungan. Oleh karenanya, bagi ibu hamil dan menyusui sangat dianjurkan untuk mengonsumsi protein hewani (daging, telur dan susu) yang cukup bagi kesehatan dirinya maupun bayinya.

Selain itu, berdasarkan berbagai analisa para ahli, ternyata pula bahwa untuk kecerdasan seseorang, protein hewani sangat dibutuhkan bagi daya tahan tubuh. Lebih jauh Shiraki et al. (1972) yang disitasi oleh Ahmad Rusfidra, telah membuktikan peranan protein hewani dalam mencegah terjadinya anemia pada orang yang menggunakan otot untuk bekerja keras, seperti bagi para pekerja fisik dan olahragawan. Gejala anemia tersebut dikenal dengan istilah “sport anemia”. Penyakit ini dapat dicegah dengan mengonsumsi protein yang tinggi, yaitu 50 % harus berasal dari hewani, susu adalah contohnya selain juga daging dan telur. Mengingat pentingnya protein hewani bagi segala lapisan usia, maka konsumsi produk hasil peternakan semestinya dipacu terus menuju tingkat konsumsi ideal. Jika tidak, sangat beresiko akan terbentuknya masyarakat yang tidak sehat.

Susu sapi

Diantara berbagai sumber protein hewani, yang menarik dikaji untuk diketahui adalah susu. Dalam kajian ini, yang disebut susu adalah susu yang diproduksi oleh sapi perah. Diantara berbagai jenis susu, ternyata Susu sapi merupakan komoditi yang paling banyak dikonsumsi. Hal tersebut beralasan, karena susu sapi memiliki zat-zat gizi yang hampir sama kualitasnya dengan Air Susu Ibu (ASI) seperti tampak pada Tabel di bawah. Susu juga merupakan sumber kalsium, riboflavin, dan vitamin A, sementara itu susu yang sudah difortifikasi (diperkaya) juga banyak mengandung vitamin D. Sehingga para ahli sangat merekomendasikan, bahwa susu dapat digunakan sebagai makanan pengganti ASI bagi anak-anak.

Tabel : Perbandingan Kandungan Gizi Susu Sapi dengan ASI
No. Zat-Zat Gizi ASI      Susu Sapi
1. Total Solid    (%) 12,9    12,7
2. Casein          (%)  0,4       2,6
3. Laktosa        (%)  7,1       4,6
4. Lemak          (%)  4,5       3,9
5. Energi (Kkal/Kg) 720      660

Merebaknya kasus gizi buruk atau mal-nutrisi pasca krisis ekonomi tahun 1997 yang lalu hingga kini, hampir setiap hari masih dapat kita baca dan saksikan di berbagai media masa.

Menurut Depkes (2004) bahwa pada tahun 2003 terdapat sekitar 5 juta Balita kurang gizi, 3,5 juta anak dalam tingkat kurang gizi, dan 1,5 juta anak status gizi buruk. Selain itu, terpuruknya prestasi olah raga di negeri ini (yang ditunjukan oleh hasil SEA Games yang lalu), ternyata pula Indonesia hanya mampu menduduki Peringkat V. Kondisi dan prestasi tersebut, merupakan salah satu manifestasi dari rendahnya konsumsi gizi masyarakat, khususnya konsumsi protein hewani asal ternak (daging, telur dan susu).

Hal ini disebabkan eratnya hubungan antara konsumsi gizi dengan prestasi manusia. Salah satu komponen gizi yang menjadi sangat penting adalah protein hewani. Protein ini, berasal dari hasil produksi ternak dan ikan, memiliki karakteristik asam-asam amino esensial yang tidak dimiliki oleh protein dari sumber lainnya (nabati).

Konsumsi Protein

Saat ini, konsumsi protein hewani masyarakat kita masih jauh dari norma gizi yang disarankan oleh FAO. Menurut Ditjen Peternakan (2004) bahwa konsumsi pangan hewani sebesar 86,9 gr/kapita/hari dari target 150 gr/kapita/hari, yang berasal dari komoditi peternakan sebesar 36,5 gr/kapita/hari (42 %). Oleh karenanya, untuk konsumsi pangan hewani yang masih di bawah standar Pola Pangan Harapan (PPH), perlu terus ditingkatkan. Tidak jauh berbeda, dari sisi produksi (suplai) yaitu berdasarkan analisis dari Pola Pangan Harapan (PPH) menunjukkan bahwa saat ini tingkat pencapaian konsumsi masyarakat Indonesia akan protein hewani asal ternak baru mencapai setara daging 5,9 kg/kapita/tahun; telur 5,4 kg/kapita/tahun dan susu 1,2 kg/kapita/tahun (Susenas 2003) dari standar minimum norma gizi 6 gram/kapita/hari (yang setara dengan daging 10,1 kg/kapita/tahun, telur 3,5 kg/kapita/tahun dan susu 6,4 kg/kapita/tahun).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar