Rabu, 03 Februari 2010

Macet Akibatkan Kerugian

Kompas - Rabu, 3 Februari
Jakarta, Kompas - Masyarakat Transportasi Indonesia memprediksi lalu lintas di Kota Bandung, Surabaya, Makassar, Medan, dan Semarang terancam macet total pada tahun 2015-2025. Tahun lalu kerugian akibat kemacetan lalu lintas di Kota Bandung mencapai Rp 4,91 triliun.

Sementara di Jakarta, jika tidak ada perubahan yang signifikan, lalu lintasnya diperkirakan macet total pada tahun 2014. Sekretaris Jenderal Masyarakat Transportasi Indonesia Danang Parikesit, Selasa (2/2/2010) di Jakarta, menilai rencana pembangunan transportasi di sejumlah kota di Indonesia sama sekali tidak massal dan menyeluruh. ”Kemacetan tak hanya mengancam Jakarta,” katanya.

Berdasarkan pengamatan Kompas, perjalanan darat lewat jalan tol dari Jakarta ke Bandung yang berjarak 140 kilometer hanya 1,5 jam. Namun, dari Gerbang Tol Pasteur menuju Gedung Sate yang hanya 10 kilometer bisa 30 menit.

Kepadatan lalu lintas juga semakin terasa di Surabaya, terutama pada pagi hari dari arah Waru menuju pusat kota di Plaza Tunjungan.

Biaya transportasi naik

Ancaman kemacetan total di sejumlah kota besar, kata pengamat transportasi Tory Darmantoro, juga mengancam laju pertumbuhan ekonomi. ”Akibat kemacetan, biaya transportasi di Bandung akan naik tiga kali lipat dalam 20 tahun,” ungkap Tory.

Sementara itu, Kementerian Perhubungan, Senin lalu, menyerahkan 130 bus kepada pemerintah daerah (pemda). Sebanyak 45 bus merupakan bus transit untuk Surakarta, Gorontalo, dan Palembang.

Akan tetapi, Danang menilai pemberian bus tersebut tidak mendidik pemda untuk lebih baik mengembangkan transportasi massal. ”Yang dibutuhkan dari pemerintah pusat bukan hanya bus,” ujarnya.

Ia menambahkan, lebih penting untuk meningkatkan kapasitas fiskal daerah supaya dapat menambah bus. ”Berikan dana alokasi khusus lebih besar kepada pemda. Kemudian, dorong pemda merumuskan sendiri ukuran bus yang dibutuhkan. Namun, tetap dampingi dengan masukan teknis,” ujar Danang.

Dia juga meminta pemda konsisten. ”Ruang milik jalan untuk angkutan massal seharusnya dijaga agar steril dari kendaraan pribadi. Itu kunci untuk memperlancar angkutan massal,” kata Danang.

Dia mengeluhkan, di Jakarta hanya Koridor Blok M-Kota yang benar-benar steril. Berdasarkan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya, pemda harus menyediakan angkutan massal dan lajur (jalan) khusus untuk angkutan massal.

Pengamat transportasi Rudy Thehamihardja, yang dihubungi secara terpisah, mengatakan, tanpa lajur khusus bus rapid transit (BRT) seperti transbogor atau transjogja, harus bertarung dengan angkutan perkotaan biasa.

”Lantas, kalau harus bersaing dengan angkot, apa nilai tambah BRT? Buat masyarakat, sudah sama-sama lambat terhalang macet, tapi merepotkan karena hanya bisa berhenti di halte bus,” ujar Rudy. (RYO)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar